20 November 2009

Di BaLik Reruntuhan




“Ayo cepat, di sini ada satu korban lagi!!” teriak seorang warga yang turut menjadi relawan. Aku pun segera bergegas menuju lokasi yang dimaksud. Bersama dengan team SAR yang lain, aku berusaha membantu mencari para korban bencana gempa yang tertimpa reruntuhan bangunan.

Disingkirkannya puing-puing yang telah menyesakkan dada itu, berharap sedetak jantung melantunkan iramanya. Namun jiwa itu telah pergi, meninggalkan raganya yang telah mati.

Ditandunya sosok yang tak berdosa itu, seorang anak SD yang telah menjadi salah satu korban di antara korban lainnya. Seorang ibu yang sedari tadi menunggu dengan cemas, tiba-tiba meledak tangisnya setelah melihat sosok yang dikenalnya. Diguncangkannya buah hati itu dengan beribu harapan. Namun semua itu tampaknya sia-sia karena yang Maha Kuasa telah berkehendak lain.

Gempa yang melanda dengan kekuatan 7,6 SR itu telah menambah daftar serangkaian bencana yang terjadi di Indonesia. Tidak ada seorangpun yang mencaci, mengutuk atau menghujat atas peristiwa itu. Namun sebuah kepedulian mengalir dengan deras menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Dengan tenaga, pikiran dan materi saling bahu membahu membantu saudaranya yang ditimpa musibah sesuai dengan kemampuan yang ada.

Ku tatap reruntuhan yang sebelumnya adalah sebuah tempat bimbingan belajar dimana adik kecil negeri ini yang masih SD dan SMP sedang menuntut ilmu untuk menggapai citanya. Hatiku getir begitu mengingat masih banyak jiwa mungil dibalik sana dan tentunya perjuanganku masih belum berakhir untuk menemukan mereka.

“Ya Tuhan, berapa banyak lagi tangisan yang akan ku dengar setelah ini.” Aku hanya dapat berdoa semoga mereka yang menyimpan asa dan harapan diberikan ketabahan.


Bandung, Oktober 2009

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ini cukup asalkan ada banyak di luar sana hanya menunggu kanan.